Hikayat
setinggi apapun kita bisa rias imaji,
kita bisa berada di langit, kita bisa
berada di laut, di sungai, di kali di
danau bahkan merantau ke pulau-
pulau. berada di manapun kita bisa.
sekan-akan kita berada di ranting
bunga, jadi kayu jadi dahan jadi apa
tinggal hiasi pikiran biru. seolah-olah
kita masuk ke hutan rimba jadi batu
jadi angin jadi ingin tak patah hati.
buanglah kesedihanmu ke sedihnya,
tanggalkan kesedihanmu di bibir
waktu, tularkan pada rumput pada
tanah pada kabut pada resah pada-
pada apa saja. tentu ini jadi jalan dan
pelajaran, berselingkuh bagi waktu.
tetapi, dua hal imajinasi yang sulit
kujadikan bait puisi: berada di
berduan dekat kecupan kenyataan.
(2019)
Cinta
Selamat menunaikan ibadah khayalan
khusus daerah perasaan dan sekitarnya
Perempuan adalah khayal. Khayalan
adalah perawan. Aku ingin jadi wanita.
Biar kutahu bagaimana perasaannya
ketika ia mencintai tapi tak dicintai.
Biar kutahu bagaimana perasaannya
ketika ia dicintai tapi tak mencintai?
(2019)
Ibadah Kopi
keluh kopi malam teriak mencicik mata
air doa. tersisa ranum sejarah kematian.
ia, abadi di atas perkawinan deru waktu.
riwayat tanah rawi menyambut kematian.
tersesat di malamya. tercabik iga makna.
tetiba hitam menyembah lamunan kopi
semalaman. ibadah kopi: putih menetas
di permukaan tajam batu. tangan-tangan
hitam merenggut ritual dosa pura-pura.
sekali di pahitnya, seribu manis merayu.
(2019)
Doa Sungai
sehabis puisi pergi, tubuh
sungai membuang tangis
serupa retorika waktu,
meradang sajak gelisah ke
terbing-terbing peristiwa;
menggantinya dengan doa.
zuhur.
terdengar retorika sungai
berdoa khusuk memilih
diam di alif-nun langit-Nya
“Allahuma, riak mengalir
ke tubir frasa ciptaan-Mu.
dosaku lebih dalam,
rinduku lebih panjang.
lebih dalam dari detik
terbawa mata terpaut dosa.
lebih panjang dari khayalan
menikmati semu kesepian”
kabut tebal riuh mengkayal.
pening mata sungai terjajah
panorama. merasa ia berdosa
jikalau hidup menolak doa.
“Tuhan, haruskah aku bertemu
simpang muara ke laut tenang.
atau haruskah ikan terlantar
di perut azan perjumpaan?”
(2019)
Fragmen Sepi
rintik mata hujan di luar
diam membagi fragmen sepi
pada rimbun-rimbun lamun
jua pada pucuk duka gita kota
suatu sepi, ia meronta tilas
sunyi mencabut akar-akar puisi.
tangan malam. menjelma kilau
mata. menyiksa rintihan doa.
sekilas, kita gusar akan ikhtiar
rinai dikawal doa-doa tujuh warna
(2019)
Saiful Bahri, kelahiran Sumenep-Madura, 5 Februari 1995. Ia mengabdi di Madrasah Al-Huda. Mahasiswa aktif di STAIM Terate Sumenep. Tulisannya pernah dimuat di berbagai media massa.
Ayo, kirimkan Puisimu ke Rubrik Puisi Catatan Pringadi
One Comment