Ukuran Kebahagiaan

Apakah kebahagiaan itu? Kenapa Tuhan menciptakan kebahagiaan?

Saya kadang tak percaya kalau mengingat masa-masa saya bekerja di Sumbawa. Umur saya 23 tahun saat itu. Saya menikah. Penghasilan saya sekitar 4 juta sebulan, sudah ditambah honor dan uang makan. Dan saya bahagia.

Padahal hidup yang saya jalani amatlah sederhana. Biaya yang kami habiskan berdua tidak sampai 2 juta per bulan. Itu artinya kami bisa menabung lebih dari 50% penghasilan. Bahkan dengan kondisi demikian, kami merasa lebih dari cukup. Bayangkan, saya selalu bisa makan pakai nasi, sambal, sayur, dan ikan. Ikannya juga ikan-ikan yang terkenal enak seperti kakap, kerapu, kuwe. Seminggu sekali kami makan di luar rumah. Kadang-kadang kami juga jajan roti, bakso, dan mi ayam. Bila perlu hiburan, kami cukup ke pantai yang jaraknya tak jauh dari rumah, dan menikmati pemandangan mewah berupa ombak dan matahari terbenam.

Dalam periode itu, kami tak punya banyak keinginan untuk memiliki sesuatu. Hidup kami begitu sederhana. Di situlah, saya memahami arti kebahagiaan sesungguhnya. Kebahagiaan datang bukan dari pemenuhan keinginan. Keinginan justru bisa semakin tak terbatas. Kebahagiaan justru adalah ketika kita tidak punya banyak keinginan, dan merasa cukup atas apa yang kita miliki.

 

Pring

Pringadi Abdi Surya. Dilahirkan di Palembang, 18 Agustus 1988. Pernah terpilih menjadi Duta Bahasa Sumatra Selatan 2009. Sekarang tengah bertugas di Subdit Pembinaan Proses Bisnis dan Hukum, Direktorat Sistem Perbendaharaan. Lulusan Akuntansi Pemerintahan STAN 2010 ini suka jalan-jalan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *