Sebuah Kubus dan Permainan Solitaire

AKU cukup sering membunuh waktu dengan bermain Solitaire, selain Sudoku dan Minesweeper. Bermain kartu, mengurutkannya satu demi satu membuatku merasa tidak kesepian. Duniaku saat itu sangat sempit. Di rumah, aku hanya berada di dalam kamar dan hanya keluar jika waktu makan tiba. Buku-bukuku bertumpuk-tumpuk dan kecepatan membacaku membuatku mampu melahap mereka semua.

Saat itu aku punya sebuah buku harian. Tetapi karena tulisan tanganku yang buruk, aku selalu merasa kesal sendiri setiap selesai menuliskan sesuatu. Tulisan itu sulit dibaca bahkan olehku yang menulisnya.

Waktu berlalu, teknologi informasi semakin maju. Aku memiliki akun sosial media dan blog. Dan aku sangat rajin menulis, tentang apa saja yang kupikirkan saat itu.

the_diary_by_slawekgruca-d76z4aj10952008_10152840538994794_1183052442_n

Kekinian, aku menjadi seorang penulis beneran. Beberapa judul bukuku sudah terbit dan aku kerap memenangkan kompetisi menulis. Dan ada juga yang menyaratkan tulisan-tulisan itu harus diposting di blog. Prestasi, hadiah yang kudapatkan hanya selalu kuanggap sebagai efek samping. Aku memiliki blog hanya karena aku ingin menulis. Aku menulis hanya karena aku ingin memiliki teman, atau setidaknya… orang-orang yang membacaku, mendengarkan aku, mengenal aku.

Aku keluar dari duniaku yang sempit dan mendapatkan kesempatan untuk berpetualang. Bayangkan, sampai tahun 2010, ketika aku belum berusia 22 tahun, aku tidak pernah traveling sendirian. Baru pada Juni 2010, aku ke Yogya sendiri, naik bus Sumber Alam yang tidak ber-AC, penuh dengan asap rokok dan alhamdulillah aku tidak mabuk. Pulangnya, aku naik kereta. Merasa tidak percaya diri naik kereta ekonomi, aku ke stasiun Tugu dan loket tiket suah tutup. Seorang kakek mendatangiku dan menawarkan kesempatan untuk bisa naik kereta. Ia seorang calo, aku paham. Tapi tawaran harga tiket tanpa tambahan menggiurkan juga untuk waktu yang mendesak. Aku pun naik kereta untuk pertama kalinya dan kakek itu mengantarkan aku ke gerbong. Dia berbincang dengan penjaga kereta dan aku naik kereta dengan nyaman sampai ke stasiun kota Jakarta.

Sesampainya di stasiun, aku tak menyangka, tiket diminta di pintu keluar. Sementara aku tak punya tiket. Aku digelandang ke sebuah ruangan dan di sana aku diinterogasi. KTP ku diminta, KTM ku diminta dan aku diancam penjara atau denda ratusan juta. Aku ketakutan. Ini kali pertama aku naik kereta antarprovinsi dan tampak menjadi sebuah tragedi.

Kemudian sang petugas berkata, “Saya kasihan sama kamu. Beri saya 200 ribu dan saya anggap lunas.”

Aku buka dompet dan hanya ada 50.000. Aku tunjukkan padanya isi dompetku dan dibalas dengan ancaman akan melaporkanku ke kampus juga. Dia melirik dan melihat ada ATM di sana. Ia menyuruhku pergi mengambil uang di ATM. Ponselku ditahannya pula.

Begitulah aku bebas setelah menyerahkan uang dan sangat dongkol. Dengan total uang yang sudah kukeluarkan, seharusnya aku bisa naik pesawat.

Setelah itu aku cukup kecanduan jalan-jalan. Aku ke Lembang, aku ke Bali, Lombok, Anyer, Sumbawa, Makassar, Alor, Belitung, Lampung…. dan sebagian besar mereka kudapatkan sebagai hadiah lomba-lomba yang salah satu syaratnya harus memiliki blog. Dengan blog, aku mencoba mencari kesempatan untuk keliling dunia. Mengunjungi satu per satu tempat yang membuktikan keluasan. Dan betapa kecilnya aku. Aku akan Go For It, pergi untuk mendapatkannya.

cropped-DSC_0598.jpg

 

11350453_962827783761765_4652486444753242690_n

Kusadari, blog menjadi mediaku berkembang. Aku menggunakan beberapa aplikasi untuk mengedit foto seperti Picsart, atau dalam keadaan luang aku mengetiknya dulu di Color Note, baru nanti kupindahkan ke blog.

Pribadiku juga berkembang. Kesempatan yang muncul berkembang, dan pertemanan pun ikut berkembang. Salah satunya aku jadi kenal Winda K alias Emak Gaoel meski mungkin mbak Winda nggak kenal aku, hiks.

Setiap menulis aku seperti berbincang dengan diriku sendiri dan itu membuatku makin memahami siapa aku. Dan ah, tidakkah seseorang baru dapat mengenal Tuhannya ketika ia telah mengenal dirinya?

 

 

Pring

Pringadi Abdi Surya. Dilahirkan di Palembang, 18 Agustus 1988. Pernah terpilih menjadi Duta Bahasa Sumatra Selatan 2009. Sekarang tengah bertugas di Subdit Pembinaan Proses Bisnis dan Hukum, Direktorat Sistem Perbendaharaan. Lulusan Akuntansi Pemerintahan STAN 2010 ini suka jalan-jalan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *