Kritik Terhadap Konfusius

Konfusius adalah seorang filsuf besar. Master Kung merupakan guru bangsa dalam tradisi pendidikan di Cina. Ajaran Konfusius dianggap lebih mementingkan moral dari pengetahuan. Konfucius adalah salah satu contoh guru yang memberi perhatian besar pada moral. Ia percaya, dengan menata perilaku untuk saling menghormati antar-tiap bagian dalam masyarakat, manusia akan jadi lebih baik. Barulah tercipta harmoni.

Ada satu kisah Konfusius yang terkenal. Tetapi, kisah ini mengganjal di hati saya.

Begini kisahnya:

Konfusius punya seorang murid. Namanya Yan Hui. Pada suatu hari, Yan Hui menyaksikan perdebatan di toko kain, antara pembeli dan penjual kain. Si Pembeli mengotot, bahwa 3×8 adalah 23. Yan Hui tahu itu salah. Dia berkata pada si pembeli bahwa 3×8 adalah 24.

Si pembeli kain tidak setuju. Sembari menunjuk hidung Yan Hui, ia berkata, “Siapa minta pendapatmu? Kalau pun aku mau minta pendapat, mesti minta ke Konfusius. Benar atau salah Konfusius yang berhak mengatakan!”

Yan Hui menjawab, “Baik, jika Konfusius bilang kamu salah, bagaimana?”

“Kalau Konfusius bilang saya salah, kepalaku aku potong untukmu. Kalau kamu yang salah, bagaimana?”

“Kalau saya yang salah, jabatanku untukmu.” Yan Hui menjawab.

Keduanya pun bersepakat bertaruh. Mereka mencari Konfusius. Setelah Konfusius tahu duduk persoalannya, Konfusius berkata kepada Yan Hui sambil tertawa: “3×8 = 23. Yan Hui, kamu kalah. Berikan jabatanmu kepada dia.”

Sebagai murid yang baik, Yan Hui tidak mau dan tidak akan berdebat dengan gurunya. Ketika dibilang dia salah, ia turunkan topinya lalu dia berikan kepada pembeli kain. Si pembeli mengambil topi Yan Hui dan berlalu dengan puas.

Namun, Yan Hui tidak puas. Dia merasa Konfusius sudah tua dan pikun sehingga dia tidak mau lagi belajar darinya. Yan Hui minta cuti dengan alasan urusan keluarga. Konfusius tahu isi hati Yan Hui dan memberi cuti padanya.

Sebelum berangkat, Konfusius memberi Yan Hui dua nasehat:
“Bila hujan lebat, janganlah berteduh di bawah pohon. Dan jangan membunuh.”

Di dalam perjalanan tiba-tiba angin bertiup kencang disertai petir. Hujan turun lebat. Yan Hui ingin berlindung di bawah pohon tapi ia ingat nasehat Konfusius dan dalam hati berpikir untuk menuruti kata gurunya sekali lagi. Dia meninggalkan pohon itu. Belum lama dia pergi, petir menyambar dan pohon itu hancur. Yan Hui terkejut, nasihat gurunya yang pertama sudah terbukti.

Lalu, Yan Hui tiba di rumahnya sudah larut malam dan tidak ingin mengganggu tidur istrinya. Dia menggunakan pedangnya untuk membuka kamarnya. Di depan ranjang, dia meraba dan mendapati ada seorang di sisi kiri ranjang dan seorang lagi di sisi kanan. Dia sangat marah, dan mau menghunus pedangnya. Pada saat mau menghujamkan pedangnya, dia ingat lagi nasehat Konfusius, jangan membunuh. Dia lalu menyalakan lilin dan ternyata yang tidur di samping istrinya adalah adik istrinya.

Keesokan harinya, Yan Hui kembali ke Konfusius, berlutut dan berkata, “Guru, bagaimana guru tahu apa yang akan terjadi?”

Konfusius berkata: “Kemarin hari sangatlah panas, diperkirakan akan turun hujan petir, makanya guru mengingatkanmu untuk tidak berlindung di bawah pohon. Lalu kamu kemarin pergi dengan amarah dan membawa pedang, maka guru mengingatkanmu agar jangan membunuh.”

Konfusius berkata lagi, “Aku tahu kamu minta cuti bukanlah karena urusan keluarga. Kamu tidak ingin belajar lagi dariku. Cobalah kamu pikir. Kemarin guru bilang 3×8 =23 adalah benar, kamu kalah dan kehilangan jabatanmu. Tapi jikalau guru bilang 3×8=24 adalah benar, si pembeli kainlah yang kalah dan itu berarti akan hilang 1 nyawa. Menurutmu, jabatanmu lebih penting atau kehilangan 1 nyawa yang lebih penting?”

Sampai di sinilah aku merasa janggal.

Ajaran-ajaran Konfusius memiliki beberapa unsur, yakni Yi (kebenaran), Ren (cinta kasih), Li (kesusilaan), Zhi (bijaksana), Xin (layak dipercaya), Zhong Shu (setia dan tepa salira), Tian Ming (takdir), Jun Zhi (manusia budiman), dan San Gang (tiga hubungan tata krama). Merujuk itu, ada satu ajaran yang jelas diingkari, yakni kebenaran.

Mana yang lebih bijaksana, hilangnya 1 nyawa atau hilangnya jabatan? Aku pikir itu bukan pertanyaan yang tepat.

Sebagai guru, Konfusius dapat meluruskan kebenaran. Ia bisa memberikan jawaban yang betul 3 x 8 = 24. Dengan membenarkan kesalahan, si pembeli kain bisa meneruskan jawaban yang salah itu kepada orang lain. “Ini lho, kata Konfusius, 3×8 itu 23.” Lalu kesalahan yang diamini Konfusius itu menyebar dengan cepat. Kesalahan yang sudah dianggap benar oleh banyak orang akan menjadi kebenaran. Di sini sesat pikir dapat terjadi. Imbauan cacah.

Selanjutnya, apakah si pembeli akan mati jika Konfusius membenarkan Yan Hui?

Pertama, dari perspektif kematian, kematian bukanlah aib. Mengetahui kebenaran sebelum datang kematian itu lebih baik daripada hidup dengan terus membawa kesalahan. Kedua, si pembeli tidak harus mati. Yan Hui adalah murid yang baik. Konfusius dapat sekaligus mengajarinya kebijaksanaan dalam bentuk memaafkan. Toh, ini semua bermula dari taruhan. Lebih jauh, Konfusius dapat memberikan wejangan, jangan lagi mempertaruhkan hal-hal berharga pada hal remeh, atau jangan taruhan saja sekalian.

Bagaimana pendapatmu?

Pring

Pringadi Abdi Surya. Dilahirkan di Palembang, 18 Agustus 1988. Pernah terpilih menjadi Duta Bahasa Sumatra Selatan 2009. Sekarang tengah bertugas di Subdit Pembinaan Proses Bisnis dan Hukum, Direktorat Sistem Perbendaharaan. Lulusan Akuntansi Pemerintahan STAN 2010 ini suka jalan-jalan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *