BUDAYA JAYA, MAJALAH BUDAYA TEMPO DOELOE

 

Pada tahun 1968, terbit Budaja Djaya (kemudian Budaya Jaya). Majalah bulanan ini mengaku sebagai “majalah kebudayaan umum”, dan diterbitkan oleh Dewan Kesenian Jakarta. Pendirinya, Ajip Rosidi[1], yang sekaligus menjadi Pemimpin Redaksinya bersama Ilen Surianagara, Ramadhan K. H., dan Harijadi S. Hartowardojo. Sebagaimana yang tercantum dalam mazed, Budaya Djaja diasuh oleh Penanggungjawab: Hen Surianegara, Redaksi: Ajip Rosidi, Harijadi S. Hartowardojo, dengan dibantu oleh: Ramadhan KH, Moh. Amir Sutaarga, Arief Budiman, Asrul Sani, Gajus Siagiaan, Goenawan Mohamad, Mochtar Kusumaaatmadja, Nono Anwar Makarim, Oesman Effendi, Taufiq Ismail, Toto Sudarto Bachtiar, Trisno Sumardjo, Zulharmans S, Wing Kardjo dan Ajat Rohaedi.

Tentang awal penerbitannya, bercerita Ajip Rosidi, bahwa pada tahun 1968, ia dan Ramadhan KH diajak oleh orang bernama Ilen Suryanegara menemui Gubernur Jakarta Ali Sadikin untuk menjajagi kemungkinan penerbitan majalah kebudayaan yang dirasakan sangat diperlukan di Indonesia. Ternyata menurutnya, Gubernur Ali Sadikin sangat antusias dan bersedia menyediakan dana untuk mencetak.[2]

Tentang tujuan penerbitannya, dikatakan oleh redaksinya, “Peranan sebuah majalah kebudayaan bukanlah hanya peranan merekam kegiatan yang ada. la aktif dalam kegiatan itu sendiri. ia memberikan tempat kepada kreasi yang lahir, tapi ia pun memberikan arah kepada pemikian dalam kebalauan pemikiran. Artinya sementara kelangsungan kebalauan, ia harus membentuk suatu wujud tujuan. Karenaitu sebuah majalah kebudayaan tidaklah memberi sekedar hiburan supaya orang dapat senang-senang melupakan masalah hidup sekitarnya. Justru sebaliknya: majalah kebudayaan mengajak orang untuk aktif turut memikirkan hidup, kehidupan, masyarakat dan tanairnya. Majalah kebudayaan tak dapat melepaskan diri dari situasi zamannya. Maka majalah kebudayaan harus memberi tempat kepada segala suara dan acuan yang tumbuh dalam masyarakat itu, memberinya kesempatan untuk madju dan untuk menyatakan dirinya.

Menurut hemat kami, sekarang kita membutuhkan sebuah majalah kebudayaan yang umum, di mana akan mendapatkan tempat segala hasil pemikiran, gagasan dan hasil; kreasi di samping majalah-majalah khusus sastra yang sekarang sudah ada. Pikiran inilah yang mendorong lahirnya majalah Budaya Jaya, ini yang mengajak semua pihak untuk bersama mengisinya. Mudah-mudahan akan membawakan angin segar dalam kehidupan kebudayaan kita khususnya.”[3]

Majalah berformat kecil itu kemudian dikenal sebagai corong resmi Dewan Kesenian Jakarta. Sayangnya, berhenti terbit pada tahun 1972.

Keistimewaan majalah ini yang mungkin masih diingat pembacanya adalah, di samping memuat esai-esai seni dan budaya, juga menerbitkan pula nomor-nomor khusus yang memuat kumpulan sajak seorang penyair atau karya drama. Pada masa-masa terakhirnya, majalah ini bahkan rajin memuat ceramah-ceramah seni dan budaya umum yang diselenggarakan Dewan Kesenian Jakarta di Taman Ismail Marzuki.[4] ***

(Dikutip dari buku SEJARAH MAJALAH DI INDONESIA, Kurniawan Junaedhie, GPU, 1995)

Catatan kaki:
[1] Ajip Rosidi dikenal banyak menjadi redaktur untuk sejumlah penerbitan majalah terutama yang berkaitan dengan sastra dan budaya, utamanya dalam bahasa daeah Sunda. Ketika masih bersekolah (SMP), misalnya, ia menjadi redaktur dan memimpin majalah Suluh Peladjar (1953-1955) yang beredar luas di seluruh Indonesia. Tahun 1955 menerbitkan dan menjadi Pemimpin Redaksi bulanan Prosa yang mengkhususkan diri untuk cerita pendek. Tahun 1965-1967 mendirikan dan menjadi Pemimpin Redaksi Mingguan Sunda (kemudian Madjalah Sunda) majalah umum berbahasa Sunda di Bandung. Ia juga pernah menjadi Redaktur ruangan kebudayaan “Matahari” dalam majalah Mimbar di Jakarta (1971-1973). Sejak 2004 menjadi pemimpin umum majalah bulanan bahasa Sunda Cupumanik.
[2]Perginya Pengarang ”Priangan Si Jelita”, Ajip Rosidi. Pikiran Rakyat, 18 Maret 2006
[3] Budaya Jaya, ibid.
[4]http://prov.jakarta.go.id/jakv1/encyclopedia/detail/1026

Pring

Pringadi Abdi Surya. Dilahirkan di Palembang, 18 Agustus 1988. Pernah terpilih menjadi Duta Bahasa Sumatra Selatan 2009. Sekarang tengah bertugas di Subdit Pembinaan Proses Bisnis dan Hukum, Direktorat Sistem Perbendaharaan. Lulusan Akuntansi Pemerintahan STAN 2010 ini suka jalan-jalan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *